Peran Tokoh Pers Indonesia Dalam Kemerdekaan Dan Mencerdaskan Bangsa

"Disisi lain, kadang terlupakan semangat patriotisme kebangsaan. Kode Etik Pers (K.E.P) seringkali dinafikan, padahal, justru K.E.P merupakan modal dasar dan bekal yang harus diberikan pada generasi bangsa, agar mereka mengenal bagaimana peran penting pers dalam kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan, dan kini memasuki era teknologi global. Meski pun UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 19 TAHUN 2016, TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE) sudah dibuat sebagai rambu-rambu hukum dalam bermedsos, namun alangkah eloknya jika setiap pelaku medsos mampu memahami K.E.P sebagai unsur terkait dalam menjalani aktivitas PERS di medsos".

Penulis Munajad Ibnu Safri

Berbicara tentang Tokoh PERS di Indonesia, tentu berkaitan tentang sejarah PERS dalam bingkai keindonesiaan. Salah satu dari tugas dan fungsi PERS memiliki tiga peran, yakni fungsi berita, hiburan, serta kontrol sosial berjalannya pembangunan negara. Tak heran, bila pers selalu ditempatkan sebagai bagian dari indikator penting maju dan mundurnya pembangunan bangsa. 

Dari sudut pandang sejarah, pers merupakan salah satu penggagas berdirinya Republik Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda, pers pada waktu itu sebagai alat pemersatu bangsa. Tentu ini memiliki nilai histori dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pasalnya, pemberitaan tersebut mempengaruhi kejiwaan bangsa untuk merdeka.

Seiring perkembangan zaman, pers saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Awalnya sebagai penyeru kemerdekaan Indonesia, bahkan mengawal dan mempertahankan kemerdekaan yang bediri tegak lurus menyuarakan kepentingan rakyat dan menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa. Hingga zaman teknologi saat ini, PERS menunjukkan dinamika yang cukup signifikan. Boleh dikata, banyak kalangan yang sudah memiliki kemampuan, seperti insan PERS. Media sosial Internet menyediakan segala fasilitas sebagai pengembangan informasi dan komunikasi, baik berita, hiburan dan kontrol sosial serta lahan mencari duit.

Disisi lain, kadang terlupakan semangat patriotisme kebangsaan. Kode Etik Pers (K.E.P) seringkali dinafikan, padahal, justru K.E.P merupakan modal dasar dan bekal yang harus diberikan pada generasi bangsa, agar mereka mengenal bagaimana peran penting pers dalam kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan, dan kini memasuki era teknologi global. Meski pun UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 19 TAHUN 2016, TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE), namun alangkah eloknya jika setiap pelaku medsos mampu memahami K.E.P sebagai unsur terkait dalam menjalani aktivitas PERS di medsos.

Dengan itu, generasi masa akan datang bisa lebih pandai dan memiliki karakter untuk terus mengembangkan dan tumbuh mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta lebih menghargai apa yang telah dituangkan para pejuang pena di masa itu.

Perlu dipahami bahwa, sistem demokrasi identik dengan kebebasan untuk menyuarakan pendapat, termasuk kebebasan bagi pihak pers. Kebebasan pers bukan berarti pers bisa semena-mena dalam hal penyampaian informasi.

Tetapi kebebasan pers lebih mengarah pada kebebasan pers yang disertai dengan tanggung jawab sosial. Informasi atau berita yang dikeluarkan oleh pers dikonsumsi langsung oleh publik dan dapat memengaruhi pemikiran publik secara langsung.

Oleh sebab itu, pers harus bertanggung jawab terhadap publik terkait pemberitaan yang telah dikeluarkan. Selain itu, pers yang bebas adalah pers yang tidak melanggar ketentuan hak asasi manusia.

Sebelum melangkah lebih jauh, sejarah PERS dalam bingkai keindonesiaan tidak terlepas dari tokoh-tokoh yang telah memperjuangkan PERS dari sebelum kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan.

Tokoh-Tokoh PERS Indonesia

Banyak tokoh-tokoh PERS Indonesia yang telah berjasa dalam membangun bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Diantara nama-nama ini diakui hanya segelintir dari ribuan tokoh PERS yang ada di Indonesia. Hanya saja, nama-nama tokoh PERS ini yang dapat ditemukan rekam jejaknya.

Sebut saja nama, Tirto Adhi Soerjo, seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia, dikenal juga sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia. Namanya sering disingkat T.A.S.

Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908). Tirto juga mendirikan Sarikat Dagang Islam.

Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah pribumi asli Indonesia.

Tirto, orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum. Dia juga berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu.

Akhirnya Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pulau Bacan, dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara). Setelah selesai masa pembuangannya, Tirto kembali ke Batavia, dan meninggal dunia pada 17 Agustus 1918.

Siapa yang tak kenal nama, wartawan senior, H. Rosihan Anwar merupakan tokoh pers, sejarawan, sastrawan, dan budayawan Indonesia.

Rosihan merupakan salah seorang yang produktif menulis. Rosihan memulai karier jurnalistiknya sebagai reporter Asia Raya pada masa pendudukan Jepang tahun 1943 hingga menjadi pemimpin redaksi Siasat (1947-1957) dan Pedoman (1948-1961). Pada masa perjuangan, ia pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukit Duri, Batavia (kini Jakarta).

Kemudian pada tahun 1961, koran Pedoman miliknya dibredel penguasa. Pada masa Orde Baru, ia menjabat sebagai Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (1968-1974).

Tahun 1973, Rosihan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob Oetama. Namun kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang itu di lehernya, koran Pedoman miliknya ditutup.

Tokoh wartawan senior yang namanya tak asing lagi, yakni Goenawan Soesatyo Mohamad adalah seorang sastrawan Indonesia terkemuka.

Lebih akrab disapa Goenawan Mohamad, juga salah seorang pendiri Majalah Tempo. Karier Jurnalistik Goenawan dimulai dari redaktur Harian KAMI (1969-1970), redaktur Majalah Horison (1969-1974), pemimpin redaksi Majalah Ekspres (1970-1971), pemimpin redaksi Majalah Swasembada (1985). Dan sejak 1971, Goenawan bersama rekan-rekannya mendirikan majalah Mingguan Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time.

Di sana, ia banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik di Indonesia. Jiwa kritisnya membawanya untuk mengkritik rezim Soeharto yang pada waktu itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah, sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994.

Srikandi wartawati senior yang satu ini, tentu tak kalah menarik dikisahkan, yakni SK Trimurti (Surastri Karma Trimurti) dikenal sebagai wartawan, penulis dan guru Indonesia, yang mengambil bagian dalam gerakan kemerdekaan Indonesia terhadap penjajahan oleh Belanda.

Dia kemudian menjabat sebagai menteri tenaga kerja pertama di Indonesia dari tahun 1947 sampai 1948 di bawah Perdana Menteri Indonesia Amir Sjarifuddin.

Nama besar wartawan senior dan pimpinan Surat Kabar KOMPAS, Jakob Oetama Dr (H.C) tentu sudah dikenal. Jakob Oetama adalah wartawan dan salah satu pendiri Surat Kabar Kompas. Sebelum wafat ia merupakan Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia, Pembina Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia, dan Penasihat Konfederasi Wartawan ASEAN.

Nama wartawati senior, Rohana Kudus hampir ditelan bumi. Padahal ia dikenal sebagai salah satu wartawati Indonesia. Pada tahun 1911, Ruhana mendirikan sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang.

Rohana aktif di bidang pendidikan yang disenanginya, Ruhana menulis di surat kabar perempuan, Poetri Hindia. Ketika dibredel pemerintah Belanda, Ruhana berinisiatif mendirikan surat kabar, bernama Sunting Melayu, yang tercatat sebagai salah satu surat kabar perempuan pertama di Indonesia.

Sosok wartawati yang bernama Ani Idrus adalah seorang wartawati senior yang mendirikan Harian Waspada bersama suaminya H. Mohamad Said pada tahun 1947.

Terakhir ia menjabat Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Harian Waspada dan Majalah Dunia Wanita di Medan. Selain berkecimpung dalam dunia jurnalistik, ia juga mendirikan dan memimpin lembaga pendidikan yang bernaung dalam Yayasan Pendidikan Ani Idrus.

Alwi Hamu di Makassar, ia salah seorang sosok tokoh pers nasional, Alwi Hamu, dikenal supel dan bersahabat. Pria kelahiran Parepare, 28 Juli 1944, kini genap berusia 76 tahun.

Chairman FAJAR Grup ini pun mulai mengenal dunia jurnalistik sejak remaja. Tercatat, ia sudah menerbitkan majalah stensilan saat masih duduk di bangku SMP, begitu pun saat SMA.

Saat mahasiswa, Alwi bersama Jusuf Kalla (Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12) aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Alwi Hamu dengan kreativitasnya melahirkan buletin HMI di Makassar, “IDJO itam BERDJUANG”.

Keduanya pun menjadi aktivis Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 1966. Bahkan menerbitkan surat kabar “KAMI” pada 1966. JK Menjadi ketua, sedangkan Daeng Alwi- Sapaan Karib JK kepada Alwi Hamu- menjabat sekretaris.

Demi idealisme jurnalistik, putra Haji Muhammad Syata dan Hj Ramlah ini pun pernah divonis enam bulan penjara.

Satu Oktober 1981, Alwi mendirikan Fajar yang telah menjadi media besar di tanah air. Di usia 76 tahun ini Alwi pun masih aktif di dunia pers, dengan menakhodai organisasi Serikat Perusahaan Pers (SPS) (sumber fajar.co.id).

Dinamika Pers di Indonesia memiliki proses perjalanan panjang. Pada masa pra kemerdekaan Pers merupakan aktivis terpelajar kaum intelektual untuk menyerukan kemerdekaan dan persatuan. Masa kini, pers adalah sebagai pilar keempat merupakan wadah berdemokrasi ditempatkan pada barisan terdepan dalam mengawal serta kepanjangan tangan dari rakyat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. 

Pers bisa menjadi corong pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat tentang pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Maka secara umum peranan pers sangat berpengaruh terhadap pembangunan yang membentuk peradaban manusia. (**) Penulis Munajad Ibnu Safri, pemerhati sosial budaya dan politik, tinggal di Makassar

Posting Komentar

0 Komentar