Pandemi Covid-19 Dan Pembangunan Manusia

*Oleh Wuri Wahyuni

"Pandemi tidak semestinya menghalangi peningkatan kualitas pembangunan manusia. Sebab manusia dikaruniakan kemampuan untuk beradaptasi dan mengatasi kesulitan".

Dulu, pembangunan hanya dipandang dari segi ekonomi saja, namun fenomena tersebut berubah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi tidak dibarengi dengan perbaikan kehidupan manusianya menjadi tidak berarti. Penduduk yang terus bertumbuh, namun tidak dibarengi kualitas, bisa jadi boomerang. Karena itulah muncul konsep pembangunan manusia.

Ukuran kinerja pembangunan dalam hal sumber daya manusia, dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Angka IPM mempunyai peran strategis, karena keberhasilan suatu daerah dalam membangun aspek manusia nya terukur disini. Penghitungan IPM dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dengan menghitung tiga dimensi, yaitu Kesehatan, Pengetahuan, dan Kemampuan/standar hidup layak. Tiga dimensi tersebut direpresentasikan dalam komponen Usia Harapan Hidup (UHH). Lama Sekolah (Rata-rata dan Harapan), serta Pengeluaran Perkapita disesuaikan. Tahun 2020, IPM Sulawesi Selatan mencapai 71,93, tumbuh 0,38 persen, melambat dibanding pertumbuhan IPM tahun-tahun sebelumnya.

Pandemi Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) yang berlangsung sejak Maret 2020, berefek pada seluruh komponen pembangunan manusia, baik kesehatan, pendidikan, hingga pendapatan. Kondisi ini terjadi merata di seluruh wilayah nusantara, termasuk Sulsel. Pola pembangunan manusia berubah, pada jangka pendek, terjadi penurunan daya beli. Angka indeks pengeluaran pada IPM 2020 di Sulsel turun hingga 35 persen dibanding tahun 2019. Selama pandemi, terjadi kenaikan angka pengangguran, dari 4,62 persen pada Agustus 2019 menjadi 6,31 persen di tahun 2020 ini. Ada 61,15 ribu orang yang mengalami PHK. Hasil Survei dampak Covid-19 juga mencatat hal senada, responden yang statusnya bekerja tapi sementara dirumahkan mencapai 20 persen di awal pandemi. Kondisi ini tentu berpengaruh besar terhadap pendapatan masyarakat, yang berimbas pada turunnya kemampuan daya beli/pengeluaran. Turunnya daya beli juga menyebabkan melambatnya pertumbuhan angka IPM secara umum.

Dampak jangka panjang mengintai pada dua dimensi pembentuk IPM lainnya, yaitu pendidikan dan kesehatan. Perubahan pola pendidikan era pandemi, tentu mempengaruhi kualitas pendidikan. Proses belajar mengajar yang awal mulanya tatap muka berubah menjadi sistem daring. Sistem daring memang sudah sesuai dengan era revolusi industri 4,0 sekarang ini. Dengan catatan, pemanfaatan internet sudah menyentuh seluruh pelosok negeri baik wilayah maupun SDM nya. Nyatanya, Data Survei Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dihasilkan BPS mencatat penduduk usia 5 tahun keatas yang mengakses internet di Sulsel tahun 2019 tidak sampai 44 persen.

Persentase terbesar pengakses internet tentu di kota Makassar, yang mencapai 66 persen, sementara terendah di Tana Toraja, 29 persen. Rendahnya penggunaan internet di daerah, tentu berakibat tidak maksimalnya sistem daring, ditambah kemampuan tenaga pengajar untuk sistem e-learning yang tidak merata. Selain itu, kondisi belajar di rumah dengan bimbingan wali murid, tentu berbeda jika dibimbing langsung oleh tenaga pengajar (guru). Kemampuan wali/ortu yang mendampingi proses belajar di rumah berbeda-beda, sesuai jenjang pendidikan mereka. Statistik pendidikan mencatat, di tahun 2019, sekitar 42 persen penduduk Sulsel masih tamatan SD-SMP, sementara hampir 21 persen tidak punya ijazah sekolah.

Berikutnya pada dimensi kesehatan, diwakili oleh UHH. Di tahun 2020, UHH Sulsel mencapai 70,57 tahun, mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 70,43 tahun. Meski demikian, pertumbuhan UHH sebesar 0,20 persen, melambat dibanding periode sebelumnya yang sebesar 0,50 persen. Penghitungan komponen UHH menggunakan proyeksi hasil Sensus Penduduk (SP), yang dilaksanakan setiap 10 tahun sekali. Dan waktu untuk pelaksanaan sensus penduduk periode kali ini ternyata berlangsung tepat saat pandemi terjadi, impaknya tentu akan ada meski kecil, terhadap pengukuran UHH.

Pandemi tidak semestinya menghalangi peningkatan kualitas pembangunan manusia. Sebab manusia dikaruniakan kemampuan untuk beradaptasi dan mengatasi kesulitan. Dari segi ekonomi, kreatifitas menjadi kunci, kemampuan untuk keluar dari zona nyaman menjadi tantangan. Dari segi pendidikan, upgrade kemampuan penduduk serta tenaga pengajar terhadap pola e-learning sangat diperlukan, selain pemerataan sarana dan prasarana teknologi.

Pemerintah juga tak pernah berdiam diri, berbagai model bantuan dikerahkan. Masyarakat hendaknya menyambut dan memanfaatkan secara maksimal segala kemudahan dan bantuan yang telah digelontorkan. Dengan kerja keras dan kerja sama dari seluruh elemen masyarakat, bukan hal mustahil, kualitas manusia tetap semakin baik di masa datang meski saat ini masih terganjal pandemi.

*Penulis: ASN BPS Provinsi Sulsel, Pendidikan Terakhir : S2 Statistik ITS Surabaya, Tinggal Di Makassar.

Posting Komentar

0 Komentar