Kemerdekaan Pers Dan Diskriminasi Wartawan (Kado Istimewa Hari Pers Nasional 2021)

Oleh Safri Mustakim

Kemerdekaan, lebih umum disebut kebebasan, istiqlal ( Arab), independence dan Freedom (Inggris). Pers menurut para ahli adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa. Kemerdekaan pers dalam arti luas adalah pengungkapan kebebasan berpendapat secara kolektif dari hak berpendapat secara individu yang diterima sebagai yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Dalam era Digitalisasi saat ini, Kemerdekaan Pers sebagai salah satu “core” demokrasi, yakni kemerdekaan pers sebagai sarana dan hak asasi individu, politik, dan sosial (individual, political, and social rights). Artinya, demokrasi tanpa kemerdekaan pers adalah “nonsens” (omong kosong).

Kalau ada yang berani berargumentasi, bahwa kemerdekaan pers walaupun tidak ada demokrasi. Sama halnya sebuah manipulasi. Sebab dalam bingkai demokrasi, kehadiran kemerdekaan pers seperti hubungan “two sides of one coin” (dua sisi dari satu koin). Artinya, kemerdekaan pers senantiasa bergandengan dengan demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa tangung jawab. Jika ada yang teriak tegakkan Kemerdekaan pers, dan diwaktu yang sama melepaskan atribut demokrasi tanpa tanggung jawab, maka lebih pantas disebut sebagai “bunglon” yang berbasis anarki.

Dalam situasi Pandemi Covid-19 (Corona Virus Disease 2019), Pers senantiasa menjadi garda terdepan dalam meliput, mencari, memperoleh, dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara dan gambar. Tetapi, tidak sedikit pula insan pers yang terpapar Covid-19, bahkan berujung meninggal dunia. Tak kalah ironisnya, banyaknya wartawan yang mengalami Diskriminasi dan intimidasi saat meliput dan mencari berita. Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen ( AJI) Abdul Manan menyebut, hingga tahun 2020 masih banyak terjadi kasus kekerasan terhadap wartawan. Menurut Abdul, yang disebut sebagai kasus kekerasan terhadap wartawan yaitu sejumlah tindakan yang bisa dikategorikan sebagai upaya menghalang-halangi kerja wartawan ketika melaksanakan tugasnya.

Abdul Manan menilai,berdasarkan kategori tersebut, AJI mencatat terjadi 84 kasus kekerasan terhadap wartawan di seluruh Indonesia. Padahal sebelumnya, pada tahun 2019 ada 53 kasus. Sedangkan, kasus kekerasan yang tergolong tinggi sebelumnya terjadi pada tahun 2016 dengan 81 kasus. “Saya kira ini bukan kabar yang bagus bagi wartawan dan pers Indonesia karena kasus kekerasan seharusanya cenderung menurun bukan malah sebaliknya,” paparnya. jika dilihat dari sebaran kasus, jumlah kasus yang terjadi paling banyak terjadi di Jakarta dengan 17 kasus, disusul Malang dengan 15 kasus, dan Surabaya dengan 7 kasus. Pengeroyok 2 Wartawan di Brebes Dituntut 2 Tahun Penjara

Potret Kemedekaan Pers, Diskriminasi dan intimidas Wartawan, bukan hal yang baru. Tetapi, sudah umum terlihat. Lebih parahnya, saat wartawan dipukuli dan dianiaya sampai mati oleh oknum berasal dari institusi negara. Lalu, apakah hukum dapat dipergunakan sebagai sarana menegakkan etika? Mungki dapat, dalam pengertian hukum dipergunakan sebagai sarana mendorong melaksanakan sendiri kewajiban etik oleh pelanggar etik. Sementara Dewan Pers menetapkan, kewajiban sebuah media memuat hak jawab. Dimuat atau tidaknya sepenuhnya tergantung pada kesadaran media yang bersangkutan. Ketaatan atau ketidaktaatan itu, selain mencerminkan kesadaran, juga mencerminkan tanggung jawab, dan keberadaban dalam menjalankan profesi. Ada yang perlu dicatat dalam memahami Kemerdekaan Pers bahwa, pers dapat juga melakukan pelanggaran hukum, sehingga dikenai tuduhan atau dakwaan pelanggaran hukum. Pers yang dengan sengaja menyebarkan berita bohong atau menyebarkan kebencian, selain melanggar kode etik pers sekaligus hukum. Tidak dapat dipungkiri, bahwa di era digitalisasi, begitu mudah orang mengaku wartawan dan mengantongi kartu pers. Sebut saja wartawan abal-abal, meski tidak melalui jenjang pendidikan jurnalistik, sehingga potensi melanggar kode etik pers, tidak dapat dihindari. Tidak heran, jika sudah banyak oknum wartawan dibui karena kemungkinan pelanggaran hukum yang mereka lakoni. Namun sesuai dengan prinsip menjaga kemerdekaan pers dan berbagai kesepakatan (supra), para pejabat yang berwenang memeriksa pelanggaran hukum wajib terlebih dahulu memberikan kesempatan pemeriksaan pelanggaran kode etik pers. Ketika pemeriksaan hanya didapati melanggar kode etik pers, maka segala pemeriksaan pelanggaran hukum harus dihentikan. Tetapi, apabila dalam pemeriksaan pelanggaran kode etik pers didapati pelanggaran hukum, pemeriksaan pelanggaran hukum dapat dilanjutkan, baik atas tuntutan atau pernyataan pihak yang dirugikan atau atas inisiatif penegak hukum (kecuali kalau merupakan delik aduan).

Pers merupakan salah satu ilar dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia, terutama dalam melakukan fungsi kontrol sosial terhadap pemerintah. Pers diharapkan dapat menciptakan kualitas demokrasi yang lebih baik dan terus memperhatikan prinsip etika jurnalistik. Di Hari Pers Nasional (HPN) 2021 dan milad Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ke-75. Semoga dengan tema HPN 2021, “Bangkit dari Pandemi, Pers sebagai Akselerator Perubahan dan Pemulihan Ekonomi”. Ditengah pandemi Covid-19, pers bisa terus berkontribusi mengawal demokrasi. Demi kemajuan bangsa, pers diharapkan dapat membantu pemulihan ekonomi melalui informasi yang membangun.

Meminjam statemen Presiden RI, Joko Widodo : "Rekan-rekan pers tetap bekerja dan berada di garis terdepan untuk mengabarkan setiap perkembangan situasi dan menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat, menjaga optimisme, serta menjaga harapan...seluruh insan pers yang telah membantu pemerintah untuk mengedukasi masyarakat untuk berdisiplin dalam menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus korona penyebab pandemi Covid-19".

Penulis : Pemerhati sosial dan pendidikan, tinggal di Makassar.

Posting Komentar

0 Komentar