Rahasia Do'a dan Tajalli Irfani Asyura

Oleh Syamsunar
(Penulis Pengasuh Bagenda Ali Institut)

Do'a Arafah Imam Husain as, kendatipun ia adalah suatu do'a dan munajat kepada Sang Penguasa Mutlak, akan tetapi di dalam baris bait-baitnya juga  terkandung rahasia kebangkitan dan peperangan melawan penguasa kufur dan zalim. 

Beliau berkata, Tuhan! …Engkau mengarunia lutf dan ihsan kepadaku, lutf dan ihsan itu adalah Engkau sedemikian sabar dalam penciptaanku hingga priode gelap jahiliah lewat kemudian sistem Islami berdiri, barulah ketika itu Engkau mengadakanku di dunia dalam sistem pemerintahan Islami. 

Yakni Imam Husain as bersyukur bahwa dia tidak diadakan di dunia dalam kondisi zaman jahiliah dan penguasaan orang-orang kafir, dimana jika beliau lahir sebelum pemerintahan Islami, beliau tidak akan dapat memperoleh nikmat Islam dan makrifat-makrifatnya yang dalam.

Akan tetapi substansi ungkapan beliau itu tidak hanya perkara itu sebenarnya, tetapi perkara yang lebih urgen adalah dorongan pada pembentukan pemerintahan Islami dan upaya untuk tegaknya sistem Ilahi. Sebab jika seseorang ingin bersyukur dikarenakan tidak dilahirkan dalam kondisi pemerintahan kufur dan jahiliah, maka dia mesti dalam bentuk aplikasinya berupaya meruntuhkan daulah kufur dan kekuasaan syirik serta berusaha mendirikan pemerintahan Islami dan menjaganya. Ini tidak lain karena keberadaan pemerintahan kufur dan zalim, kendatipun tidak memustahilkan orang untuk memperoleh makrifat Ilahi dan akhlak insani, tetapi jalannya sangat sulit dan berat. Karena atmosfir yang menguasai lingkungan budaya, sosial, dan politik masyarakat adalah lingkungan jahiliah, akhlak rendah, dan thagut.

Oleh karena itu, penghulu para syahid Imam Husain as, dengan maksud ini juga beliau bangkit melawan pemerintahan zalim Yazid, supaya masyarakat dan orang-orang akan datang berada dalam pancaran pemerintahan Islami. Sehingga mereka seperti beliau berada dalam lingkupan lutf dan berkah daulah hak dan hidup dalam lindungan pemerintahan Islam serta sinaran pancaran Al-Qur'an.

Berasaskan ini juga beliau sebelumnya berkata, saya bangkit menentang pemerintahan zalim hingga saya menghapus kekufuran dan menciptakan perbaikan pada ummat kakekku Rasulullah Saw: 
انٌما خرجت لطلب الاصلاح فی أمٌة جدٌی   

Beliau kemudian merealisasikan tujuan ini dengan seluruh irfan dan kekesatriaan hingga beliau sampai pada tujuannya  di hari 10 Muharram yang dikenal dengan hari asyura lewat meneguk manisnya syahadat  dan indahnya pertemuan dengan sang kekasih mutlak.

Amirul mukminin Ali as berkata, orang miskin adalah utusan Tuhan. Yakni orang miskin yang butuh bantuan yang datang padamu adalah utusan Tuhan.
Tuhan memberi nikmat padamu dan juga menjadikan orang butuh datang kepadamu untuk mengujimu. Jadi pada hakikatnya orang miskin itu benar-benar utusan Tuhan. Karena itu jika seseorang tidak memenuhi kebutuhan orang yang butuh ini (dalam kondisi ia mampu) maka ia telah memberi jawaban negatif pada utusan Tuhan.

Tentunya yang diminta orang ini adalah sesuatu yang dibolehkan syariat dan benar-bena ia adalah orang miskin, ia mempunyai risalah demikian ini (menguji kamu). Tapi banyak juga orang-orang meminta yang sebenarnya ia bukan orang butuh.

Dalam sebagian riwayat disebutkan, sekiranya tidak ada dusta dari orang-orang penipu (pura-pura miskin dan butuh) niscaya hancurlah orang-orang kaya. Jadi sekiranya ada orang yang datang padanya minta bantuan dan ia benar-benar adalah orang miskin dan butuh bantuan, serta ia mempunyai kemampuan membantunya, namun ia dengan dasar ilmu dan kesengajaan tidak menolongnya maka niscaya ia akan mendapatkan kehancuran.

Dalam sirah para Imam maksum as, ketika mereka telah memberi sesuatu pada orngg miskin maka mereka menengadahkan tangan seperti berdoa lantas mengusapkan kewajah dan mencium kedua tangan mereka.

Demikianlah mereka memandang orang miskin itu benar-benar utusan Tuhan dan tangan mereka telah menyampaikan sesuatu pada wakil-Nya. Bahkan dengan kata lain, dalam maqam perbuatan, yang menerima dan mengambil adalah Tuhan, berdasarkan ayat berikut ini: Dia yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan mengambil sedekah-sedekah (mereka). Jika yang mengambil adalah Tuhan, maka tangan manusia pemberi ini telah sampai pada tangan tiada bertangan (jisim) Tuhan. (Ayatollah Jawadi Amuli hf)


Posting Komentar

0 Komentar