Mahabbah Kepada Tuhan

Oleh Syamsunar

Kecintaan dan mahabbah memiliki pengertian yang dalam dan penuh makna di dalam relung jiwa setiap pemiliknya. Ia bermakna kenyataan sempurna dan realitas keindahan serta keterpesonaan. Ia menjadi penyebab terciptanya hubungan mesra dan harmoni antara muhib (pecinta) dengan mahbub (dicintai). Karena itu, mahabbah merupakan wasilah bagi terjalinnya hubungan antara setiap pencari dan tujuan akhir, antara setiap murid dengan muradnya. Setiap pecinta mendapatkan daya tarik kepada yang dicintainya sehingga dia dengan perantara pertemuan (liqa) dengan yang dicintai (mahbub) menemukan hakikat keterpesonaan dan kefanaan.


Orang yang meyakini eksistensi pemilik keindahan mutlak, amat sangat kecintaannya kepada-Nya dan hatinya senantiasa terikat serta terpaut terhadap-Nya.
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.”

Orang mukmin, hatinya terikat kepada Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai pusat perhatian dan kecintaannya. Para penyembah berhala menjadikan berhala-berhalanya sebagai teman sejatinya dan kecintaannya. Akan tetapi kecintaan orang-orang mukmin kepada Tuhan adalah lebih sangat dibandingkan kecintaan para penyembah berhala terhadap berhala-berhala mereka. Sebab, tidak ada keindahan seukuran kesempurnaan keindahan Tuhan dan tidak ada makrifat sempurna seukuran kesempurnaan makrifat kepada-Nya. Dan orang mukmin adalah orang yang paling arif (mengetahui) tentang keindahan dan kesempurnaan. Karena itu, orang mukmin adalah orang yang paling pecinta terhadap pemilik keindahan dan kesempurnaan mutlak.

Kecintaan tidak memiliki ukuran kuantitatif, kendatipun ia mempunyai tingkatan-tingkatan kualitatif. Ia memiliki gradasi keberadaan sesuai dengan derajat kecintaan itu sendiri. Sebab itu keistimewaan dan keutamaan kecintaan orang mukmin kepada Tuhan dibandingkan kecintaan penyembah berhala terhadap berhalanya dikarenakan; berhala (apapun bentuknya, termasuk syahwat hawa nafsu), kendatipun ia indah tapi keindahannya sebatas penglihatan dan pandangan atau sebatas keindahan imajinasi dan fantasi.

Mempersepsi keindahan seperti ini dengan perantara indera dan imajinasi serta pengaruhnya sebatas alam penginderaan atau sebatas alam imajinasi dan fantasi. Oleh karena itu, mereka yang tenggelam dalam kecintaan berhala pada hakikatnya mereka yang tidak mempunyai kedalaman makrifat tentang alam realitas dan eksistensi. Mereka hanya mempunyai pengetahuan terhadap alam ini sebatas penginderaan, imajinasi, dan fantasi. Dan tentu saja persepsi keindahan mereka tidak akan melampaui batas-batas makrifat mereka terhadap alam realitas dan eksistensi tersebut. Karenanya mereka tidak akan pernah sampai pada kedalaman hakikat realitas dan eksistensi.

Adapun orang-orang mukmin tidak hanya memandang dengan penglihatan inderawi yang efeknya sebatas efek alam tabiat, atau memandang dengan pandangan imajinasi dan fantasi yang efeknya sebatas efek alam mitsali, tetapi mereka juga memandang dari jalan akal yang memiliki kesempurnaan efek lebih dari kedua alam tersebut. Maka dari itu pandangan orang-orang mukmin terhadap alam realitas dan eksistensi jauh lebih kuat dan lebih sempurna dari pandangan para penyembah berhala dan ini tentu saja melahirkan kecintaan yang lebih kuat mereka kepada Tuhan ketimbang kecintaan penyembah berhala terhadap berhala-berhala mereka.
"Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah."

Kesimpulannya, jika mahabbah dan kecintaan seseorang kepada dunia dan akhirat atau kepada Tuhan dan selain Tuhan adalah sama maka ia sebenarnya bukanlah seorang mukmin; sebab orang seperti ini tidak memiliki makrifat sempurna tentang alam realitas dan eksistensi. Padahal makrifat itu sendiri merupakan landasan fundamental mahabbah dan kecintaan terhadap sesuatu.

Nizhami, di akhir cerita Laila dan Majnun menuturkan: Laila, di akhir-akhir hayatnya mengalami sakit dan kesegarannya perlahan-lahan pupus. Ia mewasiatkan kepada ibunya, sampaikan pesanku kepada Majnun dan katakan kepadanya: Jika ia ingin memilih kekasih maka janganlah memilih teman dan kekasih sepertiku, dimana dengan satu sakit seluruh kesegarannya akan punah; ambillah teman yang selamanya tetap langgeng dan tidak akan pernah musnah.
Oleh karena itu, makrifat akan memberikan kecintaan hakiki dan kelalaian serta ketidaktahuan akan memberikan kecintaan palsu dan imitasi.

(Penulis : Pembina Bagenda Ali Institut)






Posting Komentar

0 Komentar