Makrifat, Ibadah, dan Kecintaan

Oleh Samsunar

(Pengasuh Bagenda Ali Insitute)

Orang-orang mukmin hakiki memandang eksistensi ini memiliki ketunggalan dan keesaan. Mereka memandang realitas hanya milik eksistensi Tuhan beserta asma-Nya dan tajalli-Nya. Sebab sebagaimana dalil membuktikan bahwa tidak mungkin ada eksistensi lain selain eksistensi maha sempuna dan absolut Tuhan. Jika ada eksistensi lain, kendatipun ia wujud mungkin dan bergradasi rendah, selama ia diyakini memiliki hakikat dan realitas maka selama itu ia menjadi pembatas dari kesempurnaan absolut eksistensi Tuhan. Dan ini menyalahi statmen kesempurnaan tak terbatas dan absolut eksistensi Tuhan.


Ibadah kepada Tuhan tidak mungkin terealisasi secara maksimum dan sempurna tanpa dibarengi dengan makrifat yang sempurna kepada-Nya. Kendatipun ibadah itu sendiri juga merupakan mukadimah dan persiapan untuk meraih makrifat yang lebih sempurna terhadap-Nya, tetapi untuk merealisasikan ibadah hakiki dibutuhkan perjalanan makrifat.

Karena itu, ibadah dan makrifat memiliki hubungan saling meniscayakan satu sama lainnya, sebagaimana dinukil riwayat dari Ismail bin Jabir dimana Imam Shadiq as bersabda: Ilmu dan amal saling meniscayakan satu sama lain; maka barangsiapa yang mengetahui dan mengamalkannya maka niscaya dia akan mendapatkan ilmu.  Dan juga hadits dari Rasulullah Saw: Barangsiapa mengamalkan apa yang dia ketahui maka Allah akan merezkikan kepadanya ilmu terhadap perkara yang belum diketahuinya.

Dari kedua hadits tersebut di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa ibadah mesti dilaksanakan berdasarkan makrifat sehingga ia dapat menciptakan ilmu dan makrifat yang lebih dalam dan hakiki. Dan sebaliknya makrifat yang hakiki dapat mengantarkan pada ibadah yang hakiki pula.
Firman Tuhan: "Barangsiapa menghendaki kemuliaan maka (ketahuilah) kemuliaan itu semuanya milik Allah. Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan baik, dan amal shaleh akan mengangkatnya."

Demikian juga persepsi akal akan menguatkan statmen kita tentang kecintaan. Yakni kadar kecintaan dan keterikatan kepada sesuatu akan melahirkan kadar perhatian terhadapnya. Dan perhatian yang diejawantahkan dalam bentuk amal perbuatan akan menguatkan ilmu dan kecintaan.
Perlu diketahui bahwa dari ketiga kategori di atas; makrifat, ibadah, dan kecintaan, maka yang prinsipal dan asalah adalah makrifat. Sebab makrifatlah yang menjadi landasan ibadah dan kecintaan.

Semakin dalam dan hakiki makrifat maka semakin hakiki ibadah dan kecintaan. Dan sebagaimana disinggung sebelumnya, untuk mendapatkan makrifat dibutuhkan pergerakan afaqi (di luar nafs) dan pergerakan anfusi (dalam nafs).

Pergerakan afaqi adalah memikirkan, merenungkan, dan memandang kepada maujud-maujud afaqi (maujud-maujud di luar nafs manusia) seperti ciptaan dan karya Tuhan di langit dan di bumi; sehingga pergerakan afaqi ini membuahkan keyakinan kepada Tuhan, asma, dan perbuatan-Nya. Sebab maujud-maujud, efek-efek, dan makhluk-makhluk ini membuktikan keberadaan pengadanya Yang Maha Tunggal dan Maha Perkasa.

Adapun pergerakan anfusi adalah merujuk kepada nafs dan mengenal Tuhan dari jalannya; sebab nafs ditinjau dari segi keberadaan adalah tidak mandiri secara murni dan mengetahui maujud mandiri yang menjadi penegaknya tidak bisa dipisahkan darinya.🙏(Sy-Nr)



Posting Komentar

0 Komentar