Opini Politik Disiang Bolong

Refleksi Politik yang Tertunda

Oleh Safri, S.S
(Caleg PDI Perjuangan, untuk DPRD PROVINSI SULSEL, DAPIL MAKASSAR 1/A

Wilayah Kecamatan;
- TALLO,
- BONTOALA,
- UJUNG TANAH,
- WAJO,
- MAKASSAR,
- UJUNG PANDANG,
- MAMAJANG,
- MARISO,
- TAMALATE
- RAPPOCINI
- DAN KEPULAUAN SANGKARANG)

Perjalanan sejarah Partai Politik (Parpol) di negeri ini, sejak awal sampai saat ini, sudah menjadi pemandangan tersendiri tentang dinamika percaturan politik, sekaligus pengalaman hidup dalam melihat gerakan politik dan memilih parpol.

Setidaknya atau sedikitnya, setiap generasi di zamannya dapat memeteik sejumlah pelajaran, tentang apa dan bagaimana sebuah parpol itu punya target, tujuan dan kepentingan dalam memainkan dan merebut kekuasaan.

Diera tahun '70 an sampai tahun '90 an, bagaimana parpol yang berlambang pohon beringin menguasai seluruh suara di perlemen, sehingga kekuasaan dan kepentingan saa itu, muaranya pada kata 'keluarga cendana' yang lebih dikenal dengan istilah parpol aristokrasi.

Diera 2000 an setelah reformasi 'meledak', tatanan demokrasi negeri ini berangsur mengalami dinamika yang cukup signifikan, partai politik (parpol) tumbuh subur, bak jamur dimusim hujan. Puluhan parpol lahir dari rahim ibu pertiwi, namun pada akhirnya alam pun menyeleksi kehadirannya. Alhasil, banyak parpol gugur satu persatu, laksana dedaunan jatuh atau gugur di musim panas.

Parpol yang bertahan dan masih eksis sampai saat ini, diperkirakan karena memiliki akar kearifan lokal dan bentangan sejarah perjuangan yang universal, tentang hakikat perjuangan dan pengorbanan yang cukup lama dan panjang. Sehingga, dari hasil pengalaman tersebut mampu bangkit dan kokoh bertarung dari masa kemasa demi sebuah kepentingan politik, yakni merebut kekuasaan sesuai falsafah perjuangan parpol masing-masing. Dedikasi parpol seperti ini senantiasa berada dalam dinamika sosial, ekonomi, politik dan hukum serta pemerintaha yang elegan. Issu-issu negatif dan postif yang menghujani setiap parpol merupakan bagian dari dinamika politik sebuah bangsa dan negara.

Rakyat Indonesia semakin kritis dan cerdas dalam melihat pergerakan dan perjalananan sebuah parpol. Tidak heran, bila masyarakat sudah mampu memilih dan membedakan antara parpol dan figur publik. Meski tak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat yang belum memiliki filter atau pengetahuan politik yang baik, sehingga sering tak mampu membedakan  antara issu politik dan issu agama, yang mana parpol dan  yang mana figur publik.

Kemenangan Prof. ANDALAN (Nurdin Abdullah & Sudirman Sulaiman) yang mengendarai 3 parpol, yakni PDI Perjuangan, PAN & PKS, adalah sebuah potret sederhana bahwa masyarakat tidak lagi melihat parpolnya, tetapi lebih dominan publik figur tersebut.

Contoh lain lagi, bahwa ketika dominasi parpol melawan kotak kosong di Kota Makassar, yang hasilnya kotak kosong yang menang. Artinya, masyarakat sudah banyak yang paham tentang makna berdemokrasi yang cerdas. Mesiki segelintir masih ada opini publik yang rada sektarian belum mampu memahami bahasa - bahasa politik yang rada menjebak kearah hoax atau fitnah.

Perjalanan demokrasi bangsa saat ini, telah memberikan penjelasan yang sangat spesifik, tentang kehadiran parpol sebagai wadah atau sarana dalam menjalani aktifitas demokrasi secara legalitas dan konstitusional. Sementara figur publik yang ideal buat masyarakat tersebut, tinggal melihat dan memilih 'kendaaraan parpol' yang mana memiliki legalitas resmi untuk dipakai dalam menelusuri perjalanan politik ini.

Parpol yang mengantongi surat legalitas dan secara konstitusional dikatakan sah dan benar oleh KPU untuk bertarung dalam percaturan politik bangsa ini. Artinya, setiap parpol yang sudah mengantongi surat resmi tersebut punya hak dan kewajiban dalam menjalani pesta demokrasi secara baik dan benar.

Masing-masing orang, kelompok atau golongan, pasti memiliki pilihan, paham dan hak asasi dalam memilih. Ada parpol yang memiliki ideologi nasionalisme dalam gerakannya, ada juga parpol menganut ideologi agama sebagai falsafahnya, ada juga parpol menganut pluralisme dan liberalisme. Sepanjang publik figurnya orang yang sudah telaten dan multi talenta serta memiliki pengetahuan universal, maka masyarakat akan memberikan dan menentukan pilihannya dalam kotak suara.

(Penulis pemerhati sosial-budaya-politik)

Posting Komentar

0 Komentar