“ Spanduk dan Pezikir ”

Oleh Nyonk Supriyady

Dikala kelompok majelis menggelar pengajian yang gigih berzikir itu. Sontak, pembinanya memekikkan suara jihad dengan lantang. Relasi sesama pembina dan jamaah yang masing-masing mereka pimpin berkumpul untuk mengeluarkan pernyataan,  menganggap diri dan kelompoknya dihina, dirusuhkan, ditindas dan sebagainya.

Seraut wajah yang cerah itu, seketika berubah jadi garang, mencerminkan ekspresi yang menghilangkan kesan pemujian yang selama ini dilantunkan untuk mendekat kehadirat-Nya.

Apa hendak dikata, bentrok tak dapat dihindari lantaran ulah memajang sepanduk dengan tulisan menolak salah satu mazhab  yang mereka anggap ancaman berbahaya dan bisa menyesatkan ummat.

Suatu ulah yang dilakukan para pezikir ini,  mirip dengan orang- orang yang tak pernah rela berkorban untuk mendeketi-Nya. Akhirnya kebencian di internalisasi dihati, masalah pun di identifikasi menurut diri dan kelompoknya.

Ada kisah yang menarik dari seeorang sufi yang hendak berdoa pada malam hari, salah seorang muridnya yang masih jaga diajak untuk berdoa. Namun, sang murid berkata,  apakah saya harus membangunkan kawan yang tidur?

Sang sufi menjawab,  tidak perlu, bahkan suara pun sedapat mungkin dikecilkan agar yang tidur tidak terganggu. Namun, lanjut sufi itu, jika kamu ingin tidur, maka tidurlah, karena doa dan zikir hanya bisa dilakukan dengan ketulusan.

Suatu kegiatan yang diorganisir dengan saling pengertian yang tulus, maka kegiatan itu akan terhindar dari soal yang runyam. Dan bagi pejalan rohani dengan zikir bersama sebenarnya harus mampu menunaikan itu.

Mereka melatih diri secitarasa walaupun terdapat  perbedaan dengan yang lain, karena terdapat banyak jalan menuju kehadirat-Nya. Oleh karena itu para pezikir tak tega bertindak yang memilukan kepada siapa saja dan kapan saja.

Biarlah semuanya berjalan dengan baik dengan riel, meski diulang berkali kali, karena godaan untuk berbuat untuk berpaling dari-Nya setiap saat selalu membayang. Maka harus yakin seperti kata orang hikmah,  “Segala sesuatu bersandar pada kehendak-Nya, namun kehendak-Nya tidak terpengaruh oleh segala sesuatu”. Wassalam.



Posting Komentar

0 Komentar