“Cocok"

Oleh : Nyonk Supriyadi

Dari kalangan yang berseragam coklat itu ada yang tersangka, rakyat menyebut polisi dan  bertanya: bagaimana bisa lembaga yang dikenal menjunjung tinggi kedisiplinan - yang setiap saat bertugas merapikan orang orang agar jangan suka keliru - tiba tiba jadi tersangka? 

Selanjutnya polisi menanggapi panggilan itu dengan menangkap salah seorang dari petinggi KPK, maka ketegangan dari dua lembaga hukum itu tensinya meningkat.  

Sorotan publik terhadap polisi dan KPK mulai heboh. Berita dari berbagai media mengalir menceritakan percekcokan itu. KPK dipolisikan dan siapa yang tak dirundung duka, KPK yang membuat koruptor meradang terkesan hendak disenyapkan dan dialihkan pada ruang kehidupan yang hanya bisa dikenang. 

Di era sebelum kehadiran KPK, aparat penegak hukum kurang memiliki semangat sebesar KPK, mereka seperti bisu, tak  punya ikhtiar melenyapkan koruptor dan mereka hanya memajang sikap seram dengan mentradisikan “kemarahan”. Namun setelah KPK melakukan “revolusi” tanpa pemberontakan - aparat dan pengurus negara yang tersangaka seperti patah arang dan meledak, mereka merasa terluka dan kesulitan memilih dimana kaki harus berpijak; antara hukum dengan tendesi pribadi. Baik yang sifatnya somatis atau fisik maupun verbal atau lisan.

Perseteruan polisi dan KPK yang terlanjur itu, barangkali memang hal yang harus terjadi, agar bangsa ini tak perlu bimbang menyuarakan hal yang sesungguhnya. Karena warisan yang mulia bagi suatu bangsa dari satu generasi ke generasi yang lain adalah keniscayaan berjuang dan  mempertahankan kemerdekaan dengan cara menyuarakan dan menyatakan kebenaran sehingga dinamika hidup makin mendewasakan pengertian yang sesungguhnya.

Seperti pengertian kita atas keniscayaan bumi bulat, berputar mengelilingi sumbu - dapat dihitung dan didalamnnya mengandung pemikiran, pendapat, teori, dan lain lain – dan dari pengertian itu orang mampu melahirkan kenyataan hidup yang sebenar benarnya dan rela berdarah darah untuk mengatakan pohon kelapa bukan bagian pohon pepaya, meskipun keduanya sama sama pohon. Dan kitapun tahu mendudukkan persoalan yang diselesaikan dengan jawaban yang cocok. 
Allahu’alam….   
Penulis adalah pemerhati sosial, budaya dan politik tinggal di Jakarta.

Posting Komentar

0 Komentar