Pemilu Bukan Segala-galanya

Oleh Agus Abubakar Arsal Alhabsyi 

Presiden yang akan terpilih hanya untuk lima tahun. Itu pun bisa dimakzulkan (impeach) jika melanggar konstitusi. Mari bersikap wajar. Jadikan proses pemilu sebagai proses belajar yangg positif. Bukan tempat mengumbar fitnah, kebencian, perpecahan dan permusuhan.

Mereka yang kita tuduh sesat (jika memang sesat) berhak menuntut kita di akhirat kelak berkenaan dengan sejauh mana kita telah menyeru mereka ke jalan Allah dengan bijak, nasehat yang santun, teladan yang baik, dialog yang saling menghargai. Kita tidak dituntut berkenaan dengan kesesatan orang lain. Tapi kita akan dituntut: sudahkan kita melakukan tabayyun? Sudahkah kita menghindari ghibah? Sudahkah kita menghindari penyebaran kebencian dan permusuhan yg merupakan legacy Setan yg terkutuk?

Masalah Syiah-Sunni, Pri-Nonpri dan isu Sara lainnya adalah isu yang dihembuskan musuh-musuh kemanusiaan untuk memecah belah umat manusia. Ini lahir dari kegagalan memahami hakikat missi agama yang bertujuan mempersatukan umat manusia dan membebaskan mereka dari fanatisme jahiliah. Orang jahat ada di setiap kelompok sebagaimana orang baik pun ada di setiap kelompok. Ada yang menyembunyikan keimanannya seperti pembantu Firaun ada pula yang menyembunyikan kekafirannya seperti kaum munafik di sekitar Nabi.

Nabi melarang kita melakukan generalisasi dan pendekatan stereotip kepada pihak lain. Kita dianjurkan bersangka baik dan mencari titik temu dalam menyikapi perbedaan. Kita dianjurkan membangun komunikasi dialogis dgn siapa saja dan menghindari penghakiman sepihak.
Mari taati ajaran universal para Nabi, salam atas mereka semua:
"Jangan lakukan hal-hal yg anda sendiri tidak suka jika diperlakukan seperti itu".
Semoga Allah memperbaiki urusan yang rusak di antara bangsa Indonesia dan mempersatukan hati kita melangkah menuju Indonesia yang lebih baik.

‪Bangsa ini tegak berdiri karena para founding fathers yang toleran dan penuh empati ...Prawoto Mangkusasmito, Ketua Umum Masyumi setelah Mohammad Natsir, hidup sangat sderhana bahkan tak punya rumah.Ketua Umum Partai Katolik Indonesia, IJ Kasimo berinisiatif menginisiasi urunan untuk membelikan rumah untuk Prawoto.

Bangsa ini besar karena kesederhanaan pemimpinnya---Bung Hatta pernah punya mimpi untuk membeli sepatu Bally. Dia menyimpan guntingan iklan yang memuat alamat penjualnya. Ia kemudian menabung, mengumpulkan uangnya sedikit demi sedikit agar bisa membeli sepatu idaman tersebut. Namun, apa yang terjadi?

Ternyata uang tabungan tidak pernah mencukupi untuk membeli sepatu Bally. Uang tabungannya terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu orang-orang yang datang kepadanya guna meminta pertolongan. Alhasil, keinginan Bung Hatta untuk membeli sepasang sepatu Bally tak pernah kesampaian hingga akhir hayatnya.Bahkan, yang lebih mengharukan, ternyata hingga wafat, guntingan iklan sepatu Bally tersebut masih tersimpan dengan baik.

Bangsa ini kokoh karena pemimpinnya menjunjung fairness ...Ketika hubungan Soekarno dan Hatta merenggang, beberapa orang yang pro Soekarno tidak mencantumkan nama Hatta pada teks proklamasi.Soekarno dengan marah menegur, “Orang boleh benci pada seseorang! Aku kadang-kadang saling gebug dengan Hatta!!
Tapi menghilangkan Hatta dari teks proooklaamaasii, itu perbuatan pengecut!!!”.

Hari-hari ini kita menentukan apakah bangsa ini jadi pemenang atau pecundang. Jadi ksatria atau pengecut. Jadi besar atau kerdil. Jadi pemaaf atau pendendam. Jadi penuh empati atau suka menghakimi. Jadi penyebar damai atau penebar fitnah.

Yang akan menentukan masa depan bangsa ini bukan hanya siapa yang terpilih, tapi juga bagaimana sikap pendukungnya. Bukan hanya siapa yang menang, tapi bagaimana sikap yang kalah.
Semoga Allah menyelamatkan bangsa ini ...
Amiiin ya Rabb...
Alfatihah.

Posting Komentar

0 Komentar